Wednesday, 14 March 2018

RESENSI BUKU: Teologia Kontemporer (prof. Dr. Harvie M. Conn)


TUGAS RESENSI
JUDUL BUKU : Teologia Kontemporer 
PENGARANG : prof. Dr. Harvie M. Conn
TEBAL BUKU : 174
Dalam buku yang saya resensi yang berjudul “Teologi Kontemporer”, di sini saya mendapatkan sesuatu yang luar biasa. Sebuah buku yang memberikan konsep tentang sebuah teologi yang benar, dan yang memiliki makna yang begitu dalam. memang dengan seiringnya berkembangnya zaman, maka makin banyak juga ajaran-ajaran yang membuat kita semakin bingung, membuat kita harus benar-benar mengerti tentang sebuah kekristenan.
Buku ini berisi bahasan seputar teologi kontemporer mulai dari pengertian, dasar, metodenya, tema dan tokoh-tokohnya, serta bahasan teologi-teologi lainnya. Dalam versi elektronik, indeks buku ini dibagi menjadi "Indeks Bagian" dan "Indeks Bab. Jika kita lihat secara tata bahasa, buku ini sudah menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, sebagian besar istilah-istilah teologi asing sudah diadaptasikan dengan istilah Indonesia. Namun sayangnya, buku elektroniknya tidak selengkap buku cetak. Hal ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Meskipun demikian, buku ini dapat memberikan wawasan yang cukup detail mengenai teologi kontemporer itu sendiri.
Buku ini bermanfaat untuk mahasiswa teologi maupun orang Kristen awam dalam mempelajari hal-hal seputar teologi kontemporer.
Pada zaman Pencerahan di Eropa, telah timbul aliran empirisisme di Inggris dan aliran rasionalisme di Perancis, Belanda, dan Jerman. Kedua aliran ini sangat memukul kepercayaan-kepercayaan agama tradisional pada waktu itu. Oleh karena itu kepercayaan agama sangat bergantung pada wahyu Allah, sedangkan Pencerahan menganggap manusia sudah mencapai kedewasaan untuk mengetahui segala bidang pengetahuan. Dengan kata lain, mereka berpendapat bahwa tanpa penyataan Allah, yaitu hanya melalui rasio, sudah cukup bagi manusia untuk dapat menjawab segala persoalan dan menemukan segala kebenaran. Apabila pernyataan itu benar, maka suatu pertanyaan yang besar adalah: “Di manakah tempatnya Kekristenan?” Berkenaan dengan hal itu, maka ada tokoh-tokoh pemikir yang berusaha menolong atau menyelamatkan Kekristenan dari kesulitan semacam itu.
Kant menggolongkan Kekristenan dan nilai Kekristenan di bawah wilayah moral, sedangkan Schleiermacher menggolongkan Kekristenan di bawah wilayah perasaan, dan Albrecht Ritschl menempatkan Kekristenan di bawah nilai. Persamaan dari tokoh-tokoh itu termasuk Adolf von Harnack dan Hermann, ialah meniadakan kebutuhan wahyu sebagai sumber dasar dan standar untuk mengenal Allah. Itulah bahaya yang mengancam theologi pada akhir abad ke-19, namun orang yang sungguh setia kepada Tuhan mengetahui bahwa kemungkinan untuk mengenal pengetahuan dalam dunia alam semesta telah diberikan oleh Tuhan pada waktu Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, di mana salah satu aspek yang diberikan ialah sifat rasio, sehingga manusia dapat menemukan pengetahuan alam. Tetapi dalam hal pengenalan terhadap Allah, manusia hanya diberi kemungkinan untuk mengetahui keberadaan-Nya, sedangkan untuk mengetahui rencana Allah, keselamatan Allah, manusia tidak dapat mengetahuinya selain melalui penyataan Allah. Dengan demikian maka pengenalan terhadap Allah merupakan suatu ilmu khusus yang melampaui kemungkinan manusia untuk mengenal alam, di mana untuk pengenalan terhadap Allah membutuhkan suatu keharusan, yaitu Allah yang menyatakan diri kepada manusia.
Pada abad ke-20, berdasarkan pemikiran di atas, Karl Barth dan Brunner menganggap penyataan adalah kunci untuk mengenal Allah. Pernyataan ini sangat serupa dengan theologi Reformasi. Theologi perlu memutar arah atau banting stir, sehingga bisa mendapatkan suatu dasar yang lebih kuat lagi. Namun konsep Allah dan konsep penyataan dari Karl Barth, sangat terpengaruh oleh Soren Aaby Kierkegaard dari Denmark. Oleh karena itu, dalam usaha untuk menyelamatkan theologi keluar dari kebahayaan liberalisme, mereka tetap tidak berdiri di atas dasar yang kuat, yang pernah diberikan oleh Martin Luther dan John Calvin, sehingga usaha untuk kembali ke Alkitab belum tuntas.
            Sejak Karl Barth, kita dapat melihat aliran-aliran lain yang menjadi pokok aliran dalam dunia theologi, yang makin kacau dan makin menyimpang dari otoritas Alkitab. Meskipun setiap aliran theologi itu mempunyai sumbangsih dan kreativitas tertentu, namun penyimpangan dari Alkitab dapat kita lihat dengan jelas. Maka sebagai orang Kristen yang berkecimpung dalam dunia theologi, atau orang Kristen awam yang tertarik pada doktrin, seharusnya kita berjaga-jaga dan mendapat pedoman lebih lanjut untuk dapat menganalisa dan dapat membeda-bedakan ajaran mana yang setia dan ajaran mana yang menyimpang. 

2 comments:

Update Terbaru