KONSEP IBADAH DALAM PL DAN APLIKASINYA BAGI GEREJA MASA KINI
BAB I
PENDAHULUAN
Kata
"gereja" bukanlah seperti anggapan pada umumnya, diartikan sebagai
bangunan gedung gereja. Bila kita membandingkan konsep "gereja" yang
dibicarakan dalam Alkitab dengan konsep "gereja" umumnya. Menurut
pemahaman jemaat pada umumnya akan terdapat perbedaan yang cukup besar. Gereja
(eklesia) yang dimaksud dalam Perjanjian Lama adalah "sekelompok orang
yang dipanggil" dan sekelompok orang tersebut merupakan sekelompok orang
yang memiliki persekutuan yang indah dengan Tuhan dan sesama. Oleh sebab itu,
"gereja" yang dimaksud dalam Perjanjian Lama bukan suatu bangunan
gedung atau sistem organisasi melainkan sekelompok umat Allah, tubuh Kristus
dan persekutuan yang sesungguhnya dalam Tuhan.
Yang
dimaksud dengan "orang Kristen", yang terpenting adalah hubungan
dengan Yesus Kristus dalam hidupnya. Firman Tuhan mengajar kita untuk bergabung
menjadi satu dengan "kepala" - Yesus Kristus, dan juga harus menjadi
satu dengan "tubuhNya" - gereja. Dalam perjanjian lama dijelaskan
bahwa nabi-nabi dan umat kristen melakukan ibadah di synagoge (rumah ibadah )
yang mereka lakukan dalam hari sabat, hari yang mereka khususkan untuk
bersekutu dengan Tuhan. Kehidupan bergereja adalah kehidupan yang indah, dimana
dalam kesempatan ini umat Allah memiliki kesempatan untuk bersekutu lebih dekat
lagi dengan Allah. Namun bukan hanya mengenai persekutuan kita dengan Allah
saja, melainkan dengan orang-orang yang ada disekitar kita. Ibadah dalam zaman
perjanjian lama, berbeda dengan konsep ibadah yang ada dalam perjanjian baru.
Perbedaan ini yang harus kita perhatikan agar kita lebih mengerti konsep ibadah
dalam dua zaman tersebut. Untuk mengerti apa yang disebut ibadah, penting bagi
kita mengetahui terlebih dahulu latar belakang dan sejarah ibadah. Khususnya
dari jaman Perjanjian Lama dan Baru.. Dalam Perjanjian Lama, Allah memberi
petunjuk-petunjuk yang spesifik mengenai bagaimana, kapan, di mana bertemu atau
beribadah kepadaNya. Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan menjelaskan
konsep ibadah dalam perjanjian lama dan aplikasinya bagi gereja masa kini.
BAB
II
DEFINISI
IBADAH
A. DEFINISI
IBADAH
Kata ibadah sebenarnya berasal
dari kosa kata “äbodah” (bahasa Ibrani) atauibadah (bahasa Arab) yang
secara harafiah berarti bakti, hormat, penghormatan (homage)[1] , suatu “sikap dan aktivitas“ yang
mengakui dan menghargai seseorang (atau yang ilahi). Atau dapat juga dikatakan
suatu penghormatan hidup yang mencakup kesalehan (yang diatur dalam suatu
tatacara), yang implikasinya nampak dalam tingkah laku dan aktivitas kehidupan
sehari-hari. Jadi ibadah disini merupakan ekspresi dan sikap hidup yang
penuh bhakti (penyerahan diri) kepada yang ilahi, yang pengaruhnya nampak dalam
tingkah laku yang benar. Dalam kesaksian Alkitab ada beberapa kata atau
ungkapan yang dipakai untuk ibadah. Kata kerja äbad (Bahasa Ibrani)
berarti melayani atau mengabdi (seperti pengabdian/pelayanan yang utuh dari
seorang hamba kepada tuannya)[2]. Sedangkan
kata àbodah (bahasa Ibrani), latria (bahasa Yunani) berarti
pelayan atau bisa juga berarti pemujaan dan pemuliaan[3].
Disamping itu kita juga bertemu dengan kata histaaweh (proskuneo ;bahasa
Yunani) yang berarti sujud atau membungkuk atau meniarap dihadapan tuannya[4]. Jadi
sebenarnya ada dua kata kunci dalam pengertian ibadah itu, yaitu sikap
hormat (pemuliaan) dan pelayanan (sikap hidup).
Dari pengertian di atas, menjadi jelas
bahwa konsep dasar dari ibadah adalah pelayanan atau pengabdian seutuhnya dari
hidup kita kepada Allah, yang dinyatakan baik dalam bentuk penyembahan (kultus)
maupun dalam tingkah laku kita terhadap orang-orang yang ada disekitar kita.
BAB
III
KONSEP
IBADAH DALAM PERJANJIAN LAMA DAN
APLIKASINYA
BAGI GEREJA MASA KINI
A. KONSEP
IBADAH DALAM PERJANJIAN LAMA
Pada awalnya kita menemukan adanya
ibadah atau persembahan pribadi kepada Allah (Kej. 4:4 Habel memberikan
persembahan kepada Tuhan ; lihat pula, Kel. 24:26). Hal itu menunjukkan bahwa
pada dasarnya ibadah adalah merupakan ungkapan bathin seseorang yang mengakui
bahwa Allah berdaulat, penuh kuasa dan baik. Atau ibadah adalah menunjukkan ketinggian
spritual seseorang yang disertai ungkapan pujian dan syukur kepada Tuhan,
karena Ia patut disembah (bd. Ayub 1:20 ; Yos. 5 :14).
Harus dipahami bahwa Allah kita adalah Allah yang transenden dan imanen. Allah
yang “tidak sama dan terpisah dari ciptaanNya” juga merupakan Allahyang
berkomunikasi dengan umat manusia. Allah menerima penyembahan dari umat-Nya[5].
Pada waktu Allah memilih suatu bangsa
bagi diri-Nya, Allah juga memberikan cara bagaimana bangsa itu dapat bertemu
dengan TUHAN; jadi Dia memberikan ibadah tabernakel di mana Israel dapat
menghadap Allah yang mahakudus. Di tempat ini TUHAN akan bertemu dengan Israel
(Kel. 25:22; 29:42, 43; 30:6, 36)[6].
Kemudian, pelaksanaan ibadah itu
berkembang menjadi ibadah umat. Musa adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai
peletak dasar dari ibadah umat yang diorganisir, dan yang menjadikan Jahwe
sebagai alamat ibadah satu-satunya. Ibadah umat diorganisir di dalam Kemah
Pertemuan, dan upacaranya dipandang sebagai “pelayanan suci” dari pihak umat
untuk memuji Tuhan.
Pada perkembangan selanjutnya, setelah
Kemah Pertemuan, lahirlah Bait Suci dan Sinagoge sebagai tempat ibadah bagi
Israel. Perkembangan ini didasari oleh pemahaman bahwa ibadah adalah merupakan
faktor penting dalam kehidupan Nasional Jahudi. Bait Suci dihancurkan oleh
Babel, dibentuk kebaktian Sinagoge karena pelaksanaan ibadah tetap dirasakan
sebagai kebutuhan penting.
Disamping tempat ibadah, orang Jahudi
juga memiliki kalender tahunan untuk upacara agamawi. Diantaranya yang amat
penting adalah : Hari Raya Paskah (Kel. 12:23-27), Hari Raya Perdamaian (Im. 16
: 29 – 34), Hari Raya Pentakosta (bd. Kis.2), Hari Raya Pondok Daun, dan Hari
Raya Roti Tidak Beragi (Kel.12:14-20).
Pemimpin ibadah di Bait Suci dan
Sinagoge adalah para Imam. Mereka adalah keturunan Lewi yang telah dikhususkan
untuk tugas pelayanan ibadah. Para imam memimpin ibadah umat pada setiap hari
Sabat dan pada Hari Raya agama lainnya. Ibadah di Sinagoge terdiri dari :
Shema, doa, pembacaan Kitab Suci dan penjelasannya.
Ibadah juga berkaitan dengan
kewajiban-kewajiban agama, yakni perintah-perintah Tuhan (pbd. Ul.11:8-11).
Jadi, pada hakekatnya ibadah bukanlah hanya merupakan pelaksanaan upacara
keagamaan di tempat-tempat ibadah, akan tetapi adalah mencakup pelaksanaan
kewajiban agama, seperti : sunat, puasa, pemeliharaan Sabat, torat dan doa.
Dengan demikian, ibadah juga harus mengandung makna bagi hidup susila.
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa contoh ibadah pribadi (Kej.24:26; kel. 33:9-34:8). Tapi tekanannya adalah pada ibadat dalam jemaat (Mzm 42:4; I Taw 29:20). Dalam kemah pertemuan dan dalam Bait Suci tata upacara ibadah adalah yang utama. Terlepas dari korba-korban harian setiap pagi atau sore, perayaan Paskah dan penghormatan Hari Pendamaian merupakan hal penting dalam kalender tahunan Yahudi. Upacara agamawi berupa pencurahan darah, pembakaran kemenyan, penyampaian berkat imamat dan lain lain, cenderung menekankan segi upacaranya sehingga mengurangi segi rohaniah ibadahnya, dan bahkan sering memperlihatkan pertentangan antara kedua sikap itu (Mzm 40:6; 50:7-15; Mi. 6:6-8). Tapi banyak ibadah di Israel yang dapat mengikuti ibadah umum misalnya di Mazmur 93; 95-100) dan doa –doa bersama misalnya Mazmur 60; 79; 80, dan memanfaatkanya untuk mengungkapkan kasih dan syukur mereka kepada Allah (Ul 11:13) dalam tindakan ibadah rohani batiniah yang sungguh-sungguh.
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa contoh ibadah pribadi (Kej.24:26; kel. 33:9-34:8). Tapi tekanannya adalah pada ibadat dalam jemaat (Mzm 42:4; I Taw 29:20). Dalam kemah pertemuan dan dalam Bait Suci tata upacara ibadah adalah yang utama. Terlepas dari korba-korban harian setiap pagi atau sore, perayaan Paskah dan penghormatan Hari Pendamaian merupakan hal penting dalam kalender tahunan Yahudi. Upacara agamawi berupa pencurahan darah, pembakaran kemenyan, penyampaian berkat imamat dan lain lain, cenderung menekankan segi upacaranya sehingga mengurangi segi rohaniah ibadahnya, dan bahkan sering memperlihatkan pertentangan antara kedua sikap itu (Mzm 40:6; 50:7-15; Mi. 6:6-8). Tapi banyak ibadah di Israel yang dapat mengikuti ibadah umum misalnya di Mazmur 93; 95-100) dan doa –doa bersama misalnya Mazmur 60; 79; 80, dan memanfaatkanya untuk mengungkapkan kasih dan syukur mereka kepada Allah (Ul 11:13) dalam tindakan ibadah rohani batiniah yang sungguh-sungguh.
Ibadah umum yang sudah demikian
berkembang yang dilaksanakan dalam kemah pertemuan dan Bait Suci, berbeda
sekali dari ibadah pada zaman yang lebih awal ketika para Bapak leluhur percaya,
bahwa Tuhan dapat disembah di tempat mana pun Dia dipilih untuk menyatakan
diriNya. Tapi bahwa ibadat umum di bait Suci merupakan realitas rohani, jelas
dari fakta bahwa ketika tempat suci itu dibinasakan, dan masyarakat Yahudi
terbuang di babel, ibadat tetap merupakan kebutuhan dan untuk memenuhi
kebutuhan itu ’diciptakanlah’ kebaktian sinagoge, yang terdiri dari:
1. Shema’
2. Doa-doa
3. Pembacaan Kitab Suci
4. Penjelasan
Tapi kemudian di Bait Suci yang kedua
kebaktian-kebaktian harian, sabat, perayaan-perayaan tahunan dan puasa-puasa,
serta pujian dan buku puji-pujian memastikan, bahwa ibadah tetap merupakan
faktor amat penting dalam kehidupan nasional Yahudi[7].
Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa
ibadah secara mendasar adalah merupakan satu respons sebagai pribadi atau
sebagai jemaat kepada perbuatan Allah yang Mahatinggi. Pola ini dapat ditemukan
di dalam Alkitab sebagai berikut; Allah yang Mahakuasa bertindak atas nama umat
Allah; umat Allah berespons dengan ucapan syukur dan pujian; Allah menerima
tindakan ibadah mereka. Pola ini secara konsisten dapat ditemukan di dlam
seluruh bagian Alkitab, dengan titik pusat kebenarannya adalah di dalam ibadah,
Allah adalah inisiator. Atau dengan kata lai, ibadah adalah satu respons
manusia kepada inisiatif Allah[8].
Ekspresi ibadah dalam Perjanjian Lama
dapat ditemukan dalam kisah pemanggilan Abraham sebagai Bapak bangsa-bangsa.
Panggilan Abraham disertai janji-janji berkat Allah seperti kemasyuran,
pengaruh, keturunan dan pemilik tanah. Sebagai respons Abraham terhadap
janji-janji ini, Abraham menyembah Allah dengan membuat mezbah (Kej. 12:7-8;
13:18). Dan mempersembahkan kurban (Kej. 15:1-11; 22:13-14). Kemudian juga
ketika Nuh keluar dari bahtera setelah Air Bah tindakan pertamanya adalah
membangun mezbah dan beribadah kepada Tuhan (Kej. 8:20) ini merupakan catatan
pertama di Perjanjian Lama tentang ibadah kepada Tuhan melalui korban
penumpahan darah di atas mezbah. Persembahan korban bakaran kemudian dinyatakan
sebagai korban persembahan (Im. 1:1-7)[9]. Selanjutnya
dalam kisah keluarnya bangsa Israel dari Mesir, ibadah mejadi dasar dan sebagai
blueprint untuk semua bentuk ibadah masa depan. Allah menyelamatkan umat-Nya
dari perbudakan adalah peristiwa penting dalam Perjanjian Lama. Inilah salib
dan kebangkitan dalam Perjanjian Lama yang digenapi di dalam Perjanjian Baru[10]. Keluaran
telah memberikan kepada Israel beberapa jalan untuk beribadah kepada Allah.
Ekspresi utama termasuk mempersembahkan korban binatang pada Paskah
(Kel.12:1-28), mempersembahkan semua yang sulung atau pertama lahir kepada
Tuhan menjadi milik Tuhan (Kel.13:1-2), dan menyanyikan puji-pujian dengan
sorak sorai dan penuh kemenangan yang dipimpin oleh Musa dan Miriam
(Kel.15:1-21).
Di Gunung Sinai Allah menentukan tiga
hari raya yang harus diadakan dalam rangka mempersembahkan ibadah kepada Allah
setiap tahun. Pertama, hari raya roti tidak beragi, kedua, hari raya menuai dan
ketiga, hari raya pengumpuan hasil (Kel.23:14-19). Perintah ini telah tertanam
di dalam kesadaran umat Tuan bahwa ibadah melibatkan pengertian waktu yang
kudus[11].
Kemudian pertemuan Allah dengan Musa,
Harun, Naab dan Abihu an tujuh puluh tua-tua Israel di Gunung Sinai
(Kel.24:1-8) adalah bagian penting. Ini adalah pertemuan antara Allah dan
Israel. Pertemuan ini berisi struktur elemen-elemen dasar bagi pertemuan antara
Allah dan umat-Nya[12]. Elemen-elemen
ini sangat penting bagi ibadah umum, yang kemudian akan ditentukan detailnya
dalam ibadah Yahudi dan Kristen. Selanjutnya Webber mengemukakan ada lima
elemen, yaitu:
Pertama, ibadah adalah pangilan
Allah. Allah yang memanggil umat-Nya untuk bertemu dengan-Nya;
Kedua, Umat Tuhan diatur dalam satu
tanggungjawab terstruktur. Artinya ada yang bertanggungjawab. Musa adalah
pemimpin. Tetapi untuk mengatur ibadah dan lain-lainnya adalah tugas Harun,
Nadab, Abihu. 70 tua-tua Israel, pemuda dan umat. Dengan kata lain, elemen
kedua adalah soal partisipasi dalam ibadah;
Ketiga, pertemuan antara Allah dan
Umat bersifat proklamasi Firman. Allah berbicara kepada umat-Nya dan
memperkenalkan diri-Nya kepada mereka. Hal ini berarti ibadah belumlah lengkap
tanpa mendengar Firman Tuhan;
Keempat, umat setuju dan menerima
perjanian dengan syarat-syaratnya yang memberi makna kepada komitmen umat
secara subjektif untuk mendengar dan taat kepada Firman Allah. Dengan kata
lain, aspek penting dalam ibadah disini adalah pembaharuan komitmen pribadi
secara terus-menerus. Di dalam ibadah umat Tuhan membaharui janji yang telah
ada antara Allah dan umat-Nya sendiri;
Kelima, puncak hari pertemuan itu
ditandai dengan symbol pengesahan, satu materai perjanjian. Dalam Perjanjian
Lama Allah selalu menggunakan darah korban sebagai materai hubungan-Nya dengan
manusia. Pengorbanan ini menunjuk kepada korban Yesus Kristus[13].
Dengan demikian Allah adalah pusat
ibadah Perjanjian Lama. Umat Tuhan atau manusia beribadah adalah sebagai
respons dalam ucapan syukur kepada karya Allah di dalam hidup manusia.
B. APLIKASI
BAGI GEREJA MASA KINI
Kehidupan umat percaya dalam Perjanjian Lama sangat
memberikan dampak yang baik bagi kita untuk kehidupan bergereja pada zaman
sekarang ini. Kebanyakan kita hanya mengerti bagaimana kita pergi ke gereja dan
pulang dengan membawa pengertian yang baru dari firman yang dijelaskan oleh
pendeta. Namun kita tidak pernah memaknai apa arti dari ibadah yang kita
laksanakan itu., untuk itu kita perlu mencontohi cara hidup umat perjanjian
lama atau nabi-nabi yang ada dalam perjanjian lama, supaya kerohanian kita bisa
bertumbuh dengan baik. Agar kerohanian dapat bertumbuh, orang Kristen
seharusnya berperan di dalam gereja sebagai berikut:
1. Ibadah
Allah
pernah memberi perintah kepada kita untuk menjadi anggota anggota dalam
persekutuan. Perjanjian Lama mencatat bangsa Israel setiap tahun mempunyai
banyak hari raya, pertemuan kudus dan hari peringatan tradisional. Allah dengan
jelas berfirman, "Kamu adalah umatKu. Kamu harus datang ke hadapanKu
mempersembahkan diri untuk beribadah kepadaKu".(Imamat 23). Bila kita
memasuki ibadah dalam persekutuan orang Kristen, kita telah mengambil bagian
dalam empat fungsi ibadah: perayaan, pendidikan, pertobatan dan penyerahan diri.
Ibadah merupakan suatu perayaan. Dari ibadah bangsa Israel dalam Perjanjian
Lama dan ibadah jemaat dalam Perjanjian Baru, sampai ibadah jemaat gereja masa
kini, seluruhnya meninggikan dan merayakan kuasa abadi dan kasih setia Allah.
Melalui Yesus Kristus menyelesaikan karya besar penyelamatan dan penebusan umat
sederhana, juga merayakan karya ajaib Roh Kudus hingga kini, melalui jemaat
memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama. Dalam ibadah terdapat
pendidikan. Dalam ibadah Allah berfirman kepada kita melalui Roh Kudus. Dia
membimbing kita ke jalan yang benar. Tatkala Firman Tuhan dibacakan,
diceritakan atau disampaikan, Roh Kudus juga berkarya menggerakkan kita,
berfirman kepada kita, mendidik dan membimbing kita agar kerohanian kita dapat
bertumbuh. Dalam ibadah kita sadar akan dosa kita dan bertobat. Mendengar
Firman Tuhan dalam ibadah, kita memberi respon terhadap Firman Allah biasanya
berupa puji-pujian dan perayaan. Tetapi ada juga respon lebih khusus yakni
kesadaran akan dosa dan pertobatan pribadi. Contohnya, ketika nabi Yesaya
melihat Kemuliaan Allah, dia menyadari kenajisan dan dosa dalam dirinya. Yesaya
6 Penyerahan diri dalam ibadah. Tatkala kita melihat dosa dan kenajisan yang
ada dalam diri kita dan Allah dengan kasih setiaNya mengampuni dosa kita,
menyucikan dan menerima kita, sepatutnya kita sekali lagi menyatakan komitmen
kita mempersembahkan diri untuk hidup bagi Tuhan.
2. Persekutuan
Jemaat
sekarang ini harus memiliki cara hidup yang sama seperti kehidupan orang-orang
Kristen dalam masa perjanjian lama dimana mereka hidup bersatu dalam
persekutuan dan saling mendukung satu dengan yang lain. Persekutuan yang baik
akan mennghasilkan cara hidup jemaat yang baik pula. Kehidupan persekutuan berfungsi
sebagai Terang dan Garam. Dalam persekutuan di gereja, jemaat harus berperan
sebagai Terang dan Garam. Dalam persekutuan jemaat timbul wujud masyarakat
baru. Dalam Alkitab tertulis, "Demikian juga kita, walaupun banyak, adalah
satu tubuh di dalam Kristus, tetapi kita masing-masing adalah anggota yang
seorang terhadap yang lain" (Roma 12 : 5 ). Persekutuan jemaat merupakan
model kehidupan baru dari persekutuan umat Allah. Di dalamnya terdapat bagi
rasa, pengajaran, penghiburan dan nasehat. Kehidupan jemaat seperti bara api,
bila berpisah dari sumber api akan kehilangan energi panasnya. Dalam Alkitab
dikatakan "menjadi satu dengan Kristus" artinya adalah menjalin
hubungan erat dengan anggota tubuh Allah lainnya. Saling berpengaruh dalam karunia
roh agar hidup berkelimpahan.
3. Kesaksian
Dalam
zaman Perjanjian Lama banyak nabi-nabi yang kehidupannya menjadi saksi bahwa
Tuhan itu adalah Allah yang luar biasa, sehingga dari hidup mereka, banyak
orang yang diselamatkan oleh nama Allah dan banyak orang yang bertobat dan
mengikuti apa yang telah difirmankan Allah lewat hamba-Nya. Peran jemaat di
dalam gereja adalah 'saksi', memberi kesaksian tentang Allah yang penuh kasih,
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal Jesus Kristus, disalibkan demi dosa
manusia, mati menanggung dosa manusia, dan bangkit dari kematian supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya memperoleh hidup yang kekal. Selain itu juga
memberi saksi hidup dalam kehidupan memuliakan nama-Nya. Dalam Alkitab
tertulis, "Jika engkau makan, atau jika engkau minum, atau jika engkau
melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan
Allah." (I Korintus 10:31), memberi kesaksian bahwa kita "saling
memperhatikan, supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan
baik" (Ibrani 10:24). Inilah makna keberadaan gereja yang nyata.
BAB
IV
KESIMPULAN
Tidak
dapat disangkal bahwa ibadah memegang peranan sentral dalam semua agama-agama
di dunia ini. Tanpa ibadah, suatu agama akan kehilangan hakekatnya. Melalui
ibadah manusia mengadakan hubungan vertikal dengan yang ilahi dan mewujudkan
nilai-nilai rohaninya dalam kehidupan bersama (horisontal). Jadi idealnya,
ibadah menjadi ciri dimana manusia hidup dalam relasi yang benar dengan Allah
dan dengan sesamanya. Ibadah selalu berfokus tunggal yaitu ketika Allah
bertindak menyatakan kasih-Nya kepada kita dan Ia jugalah yang mendorong
tanggapan kita atas semua pernyataan kasih-Nya. Ibadah adalah jawaban manusia
terhadap panggilan Allah, terhadap tindakan-tindakan-Nya yang penuh kuasa yang
berpuncak pada tindakan pendamaian dalam Kristus. Ibadah adalah kegiatan
puji-pujian dalam penyembahan yang mensyukuri kasih Allah yang merangkul kita
dan kebaikan kasih-Nya yang menebus kita dalam Kristus, Tuhan kita. Ibadah adalah
suatu ‘bakti’ kita kepada sang pencipta dan persembahan hidup kita secara
keseluruhan kepada Allah. Banyak hal yang bisa kita contohi dari kehidupan
orang-orang percaya yang ada dalam zaman perjanjian lama khususnya dalam hal
cara mereka beribadah kepada Tuhan. Yang sangat ditekankan dalam perjanjian
lama yaitu fokus kita kepada Tuhan dan cara hidup kita dengan sesama yang
mencerminkan bahwa kita ini adalah umat Tuhan yang hidup dibawah aturan Tuhan
dan melaksanakan apa yang Tuhan perintahkan kepada kita, dan juga menjadi
terang bagi orang-orang yang ada disekitar kita. Dengan cara seperti ini, maka
kehidupan gereja masa kini akan menjadi berkembang baik secara kuantitas maupun
kualitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Cronbach, Worship
in Old Testament, dalam The Interpreter’s Dictionary of the Bible. Editor
by G.A. Buttrick, R-2, Nashville, Abingdon Press, 1982.
Ø Alkitab, Lembaga
Alkitab Indonesia, Jakarta, 1974
Ø Bible
Dictionary, Leicester: Inter-Varsity Press, 1967.
Ø J.
D. Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, YKBK/OMF, Jakarta 2004
Ø Paul
Basden, The Worship Maze, Downers Grove, Illionis Inter Varsity
Press, 1999
Ø Paul
Enns, The Moody Handbook Of Theology: Buku Pegangan
Teologi, Literatur SAAT,Malang, 2006
Ø Robert
E. Webber, Worship Old & New, Grand Rapids, Michigan:
Zondervan Publishing House, 1982
Ø William
Dyrness, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, Gandum Mas, Malang,
2004
[1]
A.
Cronbach, Worship in Old Testament, dalam The Interpreter’s Dictionary of
the Bible. Editor by G.A. Buttrick, R-2, Hal. 879. Nashville,
Abingdon Press, 1982
[2]
New
Bible Dictionary, Leicester: Inter-Varsity Press, 1967. Hal. 1262
[3]
Ibid,
A. Cronbach, halaman 879; NBD, ibit
halaman 1262
[4] Ibid, New Bible Dictionary. Hal. 1262
[5]
Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology: Buku Pegangan
Teologi, Literatur SAAT, Malang, 2006, hal. 54
[7]
J. D. Douglas,Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, YKBK/OMF, hal 409
[8]
Paul
Basden, The Worship Maze, Downers Grove, Illionis Inter Varsity
Press, 1999, hal. 17
[9]
Op.cit Paul Enns, The Moody…, hal.51
[10]
Op.Cit Basden, The Worship maze, hal.20
[11]
Ibid Basden, The Worship maze, hal.20
[12]
Robert E. Webber, Worship Old & New, Grand Rapids, Michigan:
Zondervan Publishing House, 1982. hal. 24.
[13]
Ibid hal.24
No comments:
Post a Comment