Tuesday, 13 November 2012

KONSEP IBADAH DALAM PL DAN APLIKASINYA BAGI GEREJA MASA KINI

KONSEP IBADAH DALAM PL DAN APLIKASINYA BAGI GEREJA MASA KINI
BAB I
PENDAHULUAN

Kata "gereja" bukanlah seperti anggapan pada umumnya, diartikan sebagai bangunan gedung gereja. Bila kita membandingkan konsep "gereja" yang dibicarakan dalam Alkitab dengan konsep "gereja" umumnya. Menurut pemahaman jemaat pada umumnya akan terdapat perbedaan yang cukup besar. Gereja (eklesia) yang dimaksud dalam Perjanjian Lama adalah "sekelompok orang yang dipanggil" dan sekelompok orang tersebut merupakan sekelompok orang yang memiliki persekutuan yang indah dengan Tuhan dan sesama. Oleh sebab itu, "gereja" yang dimaksud dalam Perjanjian Lama bukan suatu bangunan gedung atau sistem organisasi melainkan sekelompok umat Allah, tubuh Kristus dan persekutuan yang sesungguhnya dalam Tuhan.
Yang dimaksud dengan "orang Kristen", yang terpenting adalah hubungan dengan Yesus Kristus dalam hidupnya. Firman Tuhan mengajar kita untuk bergabung menjadi satu dengan "kepala" - Yesus Kristus, dan juga harus menjadi satu dengan "tubuhNya" - gereja. Dalam perjanjian lama dijelaskan bahwa nabi-nabi dan umat kristen melakukan ibadah di synagoge (rumah ibadah ) yang mereka lakukan dalam hari sabat, hari yang mereka khususkan untuk bersekutu dengan Tuhan. Kehidupan bergereja adalah kehidupan yang indah, dimana dalam kesempatan ini umat Allah memiliki kesempatan untuk bersekutu lebih dekat lagi dengan Allah. Namun bukan hanya mengenai persekutuan kita dengan Allah saja, melainkan dengan orang-orang yang ada disekitar kita. Ibadah dalam zaman perjanjian lama, berbeda dengan konsep ibadah yang ada dalam perjanjian baru. Perbedaan ini yang harus kita perhatikan agar kita lebih mengerti konsep ibadah dalam dua zaman tersebut. Untuk mengerti apa yang disebut ibadah, penting bagi kita mengetahui terlebih dahulu latar belakang dan sejarah ibadah. Khususnya dari jaman Perjanjian Lama dan Baru.. Dalam Perjanjian Lama, Allah memberi petunjuk-petunjuk yang spesifik mengenai bagaimana, kapan, di mana bertemu atau beribadah kepadaNya. Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan menjelaskan konsep ibadah dalam perjanjian lama dan aplikasinya bagi gereja masa kini.

BAB II
DEFINISI IBADAH

A.    DEFINISI IBADAH
Kata ibadah sebenarnya berasal dari kosa kata “äbodah” (bahasa Ibrani) atauibadah (bahasa Arab) yang secara harafiah berarti bakti, hormat, penghormatan (homage)[1] , suatu “sikap dan aktivitas“ yang mengakui dan menghargai seseorang (atau yang ilahi). Atau dapat juga dikatakan suatu penghormatan hidup yang mencakup kesalehan (yang diatur dalam suatu tatacara), yang implikasinya nampak dalam tingkah laku dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Jadi ibadah disini merupakan ekspresi dan sikap hidup yang penuh bhakti (penyerahan diri) kepada yang ilahi, yang pengaruhnya nampak dalam tingkah laku yang benar. Dalam kesaksian Alkitab ada beberapa kata atau ungkapan yang dipakai untuk ibadah. Kata kerja äbad (Bahasa Ibrani) berarti melayani atau mengabdi (seperti pengabdian/pelayanan yang utuh dari seorang hamba kepada tuannya)[2]. Sedangkan kata àbodah (bahasa Ibrani), latria (bahasa Yunani) berarti pelayan atau bisa juga berarti pemujaan dan pemuliaan[3]. Disamping itu kita juga bertemu dengan kata histaaweh (proskuneo ;bahasa Yunani) yang berarti sujud atau membungkuk atau meniarap dihadapan tuannya[4]. Jadi sebenarnya ada dua kata kunci dalam pengertian ibadah itu, yaitu sikap hormat (pemuliaan) dan pelayanan (sikap hidup).
Dari pengertian di atas, menjadi jelas bahwa konsep dasar dari ibadah adalah pelayanan atau pengabdian seutuhnya dari hidup kita kepada Allah, yang dinyatakan baik dalam bentuk penyembahan (kultus) maupun dalam tingkah laku kita terhadap orang-orang yang ada disekitar kita.



BAB III
KONSEP IBADAH DALAM PERJANJIAN LAMA DAN
APLIKASINYA BAGI GEREJA MASA KINI

A.    KONSEP IBADAH DALAM PERJANJIAN LAMA
Pada awalnya kita menemukan adanya ibadah atau persembahan pribadi kepada Allah (Kej. 4:4 Habel memberikan persembahan kepada Tuhan ; lihat pula, Kel. 24:26). Hal itu menunjukkan bahwa pada dasarnya ibadah adalah merupakan ungkapan bathin seseorang yang mengakui bahwa Allah berdaulat, penuh kuasa dan baik. Atau ibadah adalah menunjukkan ketinggian spritual seseorang yang disertai ungkapan pujian dan syukur kepada Tuhan, karena Ia patut disembah (bd. Ayub 1:20 ; Yos. 5 :14). Harus dipahami bahwa Allah kita adalah Allah yang transenden dan imanen. Allah yang “tidak sama dan terpisah dari ciptaanNya” juga merupakan Allahyang berkomunikasi dengan umat manusia. Allah menerima penyembahan dari umat-Nya[5].
Pada waktu Allah memilih suatu bangsa bagi diri-Nya, Allah juga memberikan cara bagaimana bangsa itu dapat bertemu dengan TUHAN; jadi Dia memberikan ibadah tabernakel di mana Israel dapat menghadap Allah yang mahakudus. Di tempat ini TUHAN akan bertemu dengan Israel (Kel. 25:22; 29:42, 43; 30:6, 36)[6].
Kemudian, pelaksanaan ibadah itu berkembang menjadi ibadah umat. Musa adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai peletak dasar dari ibadah umat yang diorganisir, dan yang menjadikan Jahwe sebagai alamat ibadah satu-satunya. Ibadah umat diorganisir di dalam Kemah Pertemuan, dan upacaranya dipandang sebagai “pelayanan suci” dari pihak umat untuk memuji Tuhan.
Pada perkembangan selanjutnya, setelah Kemah Pertemuan, lahirlah Bait Suci dan Sinagoge sebagai tempat ibadah bagi Israel. Perkembangan ini didasari oleh pemahaman bahwa ibadah adalah merupakan faktor penting dalam kehidupan Nasional Jahudi. Bait Suci dihancurkan oleh Babel, dibentuk kebaktian Sinagoge karena pelaksanaan ibadah tetap dirasakan sebagai kebutuhan penting.
Disamping tempat ibadah, orang Jahudi juga memiliki kalender tahunan untuk upacara agamawi. Diantaranya yang amat penting adalah : Hari Raya Paskah (Kel. 12:23-27), Hari Raya Perdamaian (Im. 16 : 29 – 34), Hari Raya Pentakosta (bd. Kis.2), Hari Raya Pondok Daun, dan Hari Raya Roti Tidak Beragi (Kel.12:14-20).
Pemimpin ibadah di Bait Suci dan Sinagoge adalah para Imam. Mereka adalah keturunan Lewi yang telah dikhususkan untuk tugas pelayanan ibadah. Para imam memimpin ibadah umat pada setiap hari Sabat dan pada Hari Raya agama lainnya. Ibadah di Sinagoge terdiri dari : Shema, doa, pembacaan Kitab Suci dan penjelasannya.
Ibadah juga berkaitan dengan kewajiban-kewajiban agama, yakni perintah-perintah Tuhan (pbd. Ul.11:8-11). Jadi, pada hakekatnya ibadah bukanlah hanya merupakan pelaksanaan upacara keagamaan di tempat-tempat ibadah, akan tetapi adalah mencakup pelaksanaan kewajiban agama, seperti : sunat, puasa, pemeliharaan Sabat, torat dan doa. Dengan demikian, ibadah juga harus mengandung makna bagi hidup susila.
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa contoh ibadah pribadi (Kej.24:26; kel. 33:9-34:8). Tapi tekanannya adalah pada ibadat dalam jemaat (Mzm 42:4; I Taw 29:20). Dalam kemah pertemuan dan dalam Bait Suci tata upacara ibadah adalah yang utama. Terlepas dari korba-korban harian setiap pagi atau sore, perayaan Paskah dan penghormatan Hari Pendamaian merupakan hal penting dalam kalender tahunan Yahudi. Upacara agamawi berupa pencurahan darah, pembakaran kemenyan, penyampaian berkat imamat dan lain lain, cenderung menekankan segi upacaranya sehingga mengurangi segi rohaniah ibadahnya, dan bahkan sering memperlihatkan pertentangan antara kedua sikap itu (Mzm 40:6; 50:7-15; Mi. 6:6-8). Tapi banyak ibadah di Israel yang dapat mengikuti ibadah umum misalnya di Mazmur 93; 95-100) dan doa –doa bersama misalnya Mazmur 60; 79; 80, dan memanfaatkanya untuk mengungkapkan kasih dan syukur mereka kepada Allah (Ul 11:13) dalam tindakan ibadah rohani batiniah yang sungguh-sungguh.
Ibadah umum yang sudah demikian berkembang yang dilaksanakan dalam kemah pertemuan dan Bait Suci, berbeda sekali dari ibadah pada zaman yang lebih awal ketika para Bapak leluhur percaya, bahwa Tuhan dapat disembah di tempat mana pun Dia dipilih untuk menyatakan diriNya. Tapi bahwa ibadat umum di bait Suci merupakan realitas rohani, jelas dari fakta bahwa ketika tempat suci itu dibinasakan, dan masyarakat Yahudi terbuang di babel, ibadat tetap merupakan kebutuhan dan untuk memenuhi kebutuhan itu ’diciptakanlah’ kebaktian sinagoge, yang terdiri dari:
1. Shema’
2. Doa-doa
3. Pembacaan Kitab Suci
4. Penjelasan
Tapi kemudian di Bait Suci yang kedua kebaktian-kebaktian harian, sabat, perayaan-perayaan tahunan dan puasa-puasa, serta pujian dan buku puji-pujian memastikan, bahwa ibadah tetap merupakan faktor amat penting dalam kehidupan nasional Yahudi[7].
Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa ibadah secara mendasar adalah merupakan satu respons sebagai pribadi atau sebagai jemaat kepada perbuatan Allah yang Mahatinggi. Pola ini dapat ditemukan di dalam Alkitab sebagai berikut; Allah yang Mahakuasa bertindak atas nama umat Allah; umat Allah berespons dengan ucapan syukur dan pujian; Allah menerima tindakan ibadah mereka. Pola ini secara konsisten dapat ditemukan di dlam seluruh bagian Alkitab, dengan titik pusat kebenarannya adalah di dalam ibadah, Allah adalah inisiator. Atau dengan kata lai, ibadah adalah satu respons manusia kepada inisiatif Allah[8].
Ekspresi ibadah dalam Perjanjian Lama dapat ditemukan dalam kisah pemanggilan Abraham sebagai Bapak bangsa-bangsa. Panggilan Abraham disertai janji-janji berkat Allah seperti kemasyuran, pengaruh, keturunan dan pemilik tanah. Sebagai respons Abraham terhadap janji-janji ini, Abraham menyembah Allah dengan membuat mezbah (Kej. 12:7-8; 13:18). Dan mempersembahkan kurban (Kej. 15:1-11; 22:13-14). Kemudian juga ketika Nuh keluar dari bahtera setelah Air Bah tindakan pertamanya adalah membangun mezbah dan beribadah kepada Tuhan (Kej. 8:20) ini merupakan catatan pertama di Perjanjian Lama tentang ibadah kepada Tuhan melalui korban penumpahan darah di atas mezbah. Persembahan korban bakaran kemudian dinyatakan sebagai korban persembahan (Im. 1:1-7)[9]. Selanjutnya dalam kisah keluarnya bangsa Israel dari Mesir, ibadah mejadi dasar dan sebagai blueprint untuk semua bentuk ibadah masa depan. Allah menyelamatkan umat-Nya dari perbudakan adalah peristiwa penting dalam Perjanjian Lama. Inilah salib dan kebangkitan dalam Perjanjian Lama yang digenapi di dalam Perjanjian Baru[10]. Keluaran telah memberikan kepada Israel beberapa jalan untuk beribadah kepada Allah. Ekspresi utama termasuk mempersembahkan korban binatang pada Paskah (Kel.12:1-28), mempersembahkan semua yang sulung atau pertama lahir kepada Tuhan menjadi milik Tuhan (Kel.13:1-2), dan menyanyikan puji-pujian dengan sorak sorai dan penuh kemenangan yang dipimpin oleh Musa dan Miriam (Kel.15:1-21).
Di Gunung Sinai Allah menentukan tiga hari raya yang harus diadakan dalam rangka mempersembahkan ibadah kepada Allah setiap tahun. Pertama, hari raya roti tidak beragi, kedua, hari raya menuai dan ketiga, hari raya pengumpuan hasil (Kel.23:14-19). Perintah ini telah tertanam di dalam kesadaran umat Tuan bahwa ibadah melibatkan pengertian waktu yang kudus[11].
Kemudian pertemuan Allah dengan Musa, Harun, Naab dan Abihu an tujuh puluh tua-tua Israel di Gunung Sinai (Kel.24:1-8) adalah bagian penting. Ini adalah pertemuan antara Allah dan Israel. Pertemuan ini berisi struktur elemen-elemen dasar bagi pertemuan antara Allah dan umat-Nya[12]. Elemen-elemen ini sangat penting bagi ibadah umum, yang kemudian akan ditentukan detailnya dalam ibadah Yahudi dan Kristen. Selanjutnya Webber mengemukakan ada lima elemen, yaitu:
Pertama, ibadah adalah pangilan Allah. Allah yang memanggil umat-Nya untuk bertemu dengan-Nya;
Kedua, Umat Tuhan diatur dalam satu tanggungjawab terstruktur. Artinya ada yang bertanggungjawab. Musa adalah pemimpin. Tetapi untuk mengatur ibadah dan lain-lainnya adalah tugas Harun, Nadab, Abihu. 70 tua-tua Israel, pemuda dan umat. Dengan kata lain, elemen kedua adalah soal partisipasi dalam ibadah;
Ketiga, pertemuan antara Allah dan Umat bersifat proklamasi Firman. Allah berbicara kepada umat-Nya dan memperkenalkan diri-Nya kepada mereka. Hal ini berarti ibadah belumlah lengkap tanpa mendengar Firman Tuhan;
Keempat, umat setuju dan menerima perjanian dengan syarat-syaratnya yang memberi makna kepada komitmen umat secara subjektif untuk mendengar dan taat kepada Firman Allah. Dengan kata lain, aspek penting dalam ibadah disini adalah pembaharuan komitmen pribadi secara terus-menerus. Di dalam ibadah umat Tuhan membaharui janji yang telah ada antara Allah dan umat-Nya sendiri;
Kelima, puncak hari pertemuan itu ditandai dengan symbol pengesahan, satu materai perjanjian. Dalam Perjanjian Lama Allah selalu menggunakan darah korban sebagai materai hubungan-Nya dengan manusia. Pengorbanan ini menunjuk kepada korban Yesus Kristus[13].
Dengan demikian Allah adalah pusat ibadah Perjanjian Lama. Umat Tuhan atau manusia beribadah adalah sebagai respons dalam ucapan syukur kepada karya Allah di dalam hidup manusia.


B.     APLIKASI BAGI GEREJA MASA KINI
Kehidupan umat percaya dalam Perjanjian Lama sangat memberikan dampak yang baik bagi kita untuk kehidupan bergereja pada zaman sekarang ini. Kebanyakan kita hanya mengerti bagaimana kita pergi ke gereja dan pulang dengan membawa pengertian yang baru dari firman yang dijelaskan oleh pendeta. Namun kita tidak pernah memaknai apa arti dari ibadah yang kita laksanakan itu., untuk itu kita perlu mencontohi cara hidup umat perjanjian lama atau nabi-nabi yang ada dalam perjanjian lama, supaya kerohanian kita bisa bertumbuh dengan baik. Agar kerohanian dapat bertumbuh, orang Kristen seharusnya berperan di dalam gereja sebagai berikut:
1.      Ibadah
Allah pernah memberi perintah kepada kita untuk menjadi anggota anggota dalam persekutuan. Perjanjian Lama mencatat bangsa Israel setiap tahun mempunyai banyak hari raya, pertemuan kudus dan hari peringatan tradisional. Allah dengan jelas berfirman, "Kamu adalah umatKu. Kamu harus datang ke hadapanKu mempersembahkan diri untuk beribadah kepadaKu".(Imamat 23). Bila kita memasuki ibadah dalam persekutuan orang Kristen, kita telah mengambil bagian dalam empat fungsi ibadah: perayaan, pendidikan, pertobatan dan penyerahan diri. Ibadah merupakan suatu perayaan. Dari ibadah bangsa Israel dalam Perjanjian Lama dan ibadah jemaat dalam Perjanjian Baru, sampai ibadah jemaat gereja masa kini, seluruhnya meninggikan dan merayakan kuasa abadi dan kasih setia Allah. Melalui Yesus Kristus menyelesaikan karya besar penyelamatan dan penebusan umat sederhana, juga merayakan karya ajaib Roh Kudus hingga kini, melalui jemaat memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama. Dalam ibadah terdapat pendidikan. Dalam ibadah Allah berfirman kepada kita melalui Roh Kudus. Dia membimbing kita ke jalan yang benar. Tatkala Firman Tuhan dibacakan, diceritakan atau disampaikan, Roh Kudus juga berkarya menggerakkan kita, berfirman kepada kita, mendidik dan membimbing kita agar kerohanian kita dapat bertumbuh. Dalam ibadah kita sadar akan dosa kita dan bertobat. Mendengar Firman Tuhan dalam ibadah, kita memberi respon terhadap Firman Allah biasanya berupa puji-pujian dan perayaan. Tetapi ada juga respon lebih khusus yakni kesadaran akan dosa dan pertobatan pribadi. Contohnya, ketika nabi Yesaya melihat Kemuliaan Allah, dia menyadari kenajisan dan dosa dalam dirinya. Yesaya 6 Penyerahan diri dalam ibadah. Tatkala kita melihat dosa dan kenajisan yang ada dalam diri kita dan Allah dengan kasih setiaNya mengampuni dosa kita, menyucikan dan menerima kita, sepatutnya kita sekali lagi menyatakan komitmen kita mempersembahkan diri untuk hidup bagi Tuhan.
2.      Persekutuan
Jemaat sekarang ini harus memiliki cara hidup yang sama seperti kehidupan orang-orang Kristen dalam masa perjanjian lama dimana mereka hidup bersatu dalam persekutuan dan saling mendukung satu dengan yang lain. Persekutuan yang baik akan mennghasilkan cara hidup jemaat yang baik pula. Kehidupan persekutuan berfungsi sebagai Terang dan Garam. Dalam persekutuan di gereja, jemaat harus berperan sebagai Terang dan Garam. Dalam persekutuan jemaat timbul wujud masyarakat baru. Dalam Alkitab tertulis, "Demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus, tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain" (Roma 12 : 5 ). Persekutuan jemaat merupakan model kehidupan baru dari persekutuan umat Allah. Di dalamnya terdapat bagi rasa, pengajaran, penghiburan dan nasehat. Kehidupan jemaat seperti bara api, bila berpisah dari sumber api akan kehilangan energi panasnya. Dalam Alkitab dikatakan "menjadi satu dengan Kristus" artinya adalah menjalin hubungan erat dengan anggota tubuh Allah lainnya. Saling berpengaruh dalam karunia roh agar hidup berkelimpahan.
3.      Kesaksian
Dalam zaman Perjanjian Lama banyak nabi-nabi yang kehidupannya menjadi saksi bahwa Tuhan itu adalah Allah yang luar biasa, sehingga dari hidup mereka, banyak orang yang diselamatkan oleh nama Allah dan banyak orang yang bertobat dan mengikuti apa yang telah difirmankan Allah lewat hamba-Nya. Peran jemaat di dalam gereja adalah 'saksi', memberi kesaksian tentang Allah yang penuh kasih, mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal Jesus Kristus, disalibkan demi dosa manusia, mati menanggung dosa manusia, dan bangkit dari kematian supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya memperoleh hidup yang kekal. Selain itu juga memberi saksi hidup dalam kehidupan memuliakan nama-Nya. Dalam Alkitab tertulis, "Jika engkau makan, atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (I Korintus 10:31), memberi kesaksian bahwa kita "saling memperhatikan, supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik" (Ibrani 10:24). Inilah makna keberadaan gereja yang nyata.




BAB IV
KESIMPULAN

Tidak dapat disangkal bahwa ibadah memegang peranan sentral dalam semua agama-agama di dunia ini. Tanpa ibadah, suatu agama akan kehilangan hakekatnya. Melalui ibadah manusia mengadakan hubungan vertikal dengan yang ilahi dan mewujudkan nilai-nilai rohaninya dalam kehidupan bersama (horisontal). Jadi idealnya, ibadah menjadi ciri dimana manusia hidup dalam relasi yang benar dengan Allah dan dengan sesamanya. Ibadah selalu berfokus tunggal yaitu ketika Allah bertindak menyatakan kasih-Nya kepada kita dan Ia jugalah yang mendorong tanggapan kita atas semua pernyataan kasih-Nya. Ibadah adalah jawaban manusia terhadap panggilan Allah, terhadap tindakan-tindakan-Nya yang penuh kuasa yang berpuncak pada tindakan pendamaian dalam Kristus. Ibadah adalah kegiatan puji-pujian dalam penyembahan yang mensyukuri kasih Allah yang merangkul kita dan kebaikan kasih-Nya yang menebus kita dalam Kristus, Tuhan kita. Ibadah adalah suatu ‘bakti’ kita kepada sang pencipta dan persembahan hidup kita secara keseluruhan kepada Allah. Banyak hal yang bisa kita contohi dari kehidupan orang-orang percaya yang ada dalam zaman perjanjian lama khususnya dalam hal cara mereka beribadah kepada Tuhan. Yang sangat ditekankan dalam perjanjian lama yaitu fokus kita kepada Tuhan dan cara hidup kita dengan sesama yang mencerminkan bahwa kita ini adalah umat Tuhan yang hidup dibawah aturan Tuhan dan melaksanakan apa yang Tuhan perintahkan kepada kita, dan juga menjadi terang bagi orang-orang yang ada disekitar kita. Dengan cara seperti ini, maka kehidupan gereja masa kini akan menjadi berkembang baik secara kuantitas maupun kualitas.






DAFTAR PUSTAKA

Ø  Cronbach, Worship in Old Testament, dalam The Interpreter’s Dictionary of the Bible. Editor by G.A. Buttrick, R-2, Nashville, Abingdon Press, 1982.
Ø  Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 1974
Ø  Bible Dictionary, Leicester: Inter-Varsity Press, 1967.
Ø  J. D. Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, YKBK/OMF, Jakarta 2004
Ø  Paul Basden, The Worship Maze, Downers Grove, Illionis Inter Varsity Press, 1999
Ø  Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology: Buku Pegangan Teologi, Literatur SAAT,Malang, 2006
Ø  Robert E. Webber, Worship Old & New, Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1982
Ø  William Dyrness, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, Gandum Mas, Malang, 2004



[1] A. Cronbach, Worship in Old Testament, dalam The Interpreter’s Dictionary of the Bible. Editor by G.A. Buttrick, R-2, Hal. 879. Nashville, Abingdon Press, 1982
[2] New Bible Dictionary, Leicester: Inter-Varsity Press, 1967. Hal. 1262
[3] Ibid, A. Cronbach,  halaman 879; NBD, ibit halaman 1262
[4]  Ibid, New Bible Dictionary. Hal. 1262
[5] Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology: Buku Pegangan Teologi, Literatur SAAT, Malang, 2006, hal. 54
[6] Ibid Paul Enns, hal.65
[7] J. D. Douglas,Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, YKBK/OMF, hal 409
[8] Paul Basden, The Worship Maze, Downers Grove, Illionis Inter Varsity Press, 1999, hal. 17
[9] Op.cit Paul Enns, The Moody…, hal.51
[10] Op.Cit Basden, The Worship maze, hal.20
[11] Ibid Basden, The Worship maze, hal.20

[12] Robert E. Webber, Worship Old & New, Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1982. hal. 24.
[13] Ibid hal.24 

No comments:

Post a Comment

Update Terbaru