Saturday 2 March 2019

AJARAN TUHAN YESUS TENTANG KESELAMATAN (SOTERIOLOGI)

Kekristenan adalah satu-satunya agama yang paling unik. Keunikan Kristenan bukan saja pada hal-hal yang bersifat lahiriah tetapi juga terletak pada hal-hal yang bersifat dasariah dan doktrinal, seperti halnya doktrin keselamatan. Ajaran tentang keselamatan merupakan pokok bahasan yang paling luas dalam Alkitab. Masalah itu mencakup seluruh waktu, baik kekekalan dimasa lalu maupun masa yang akan datang. Maka dari itu keselamatan berhubung erat kepada seluruh umat manusia tanpa kecuali. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa hubungan antara manusia dengan Allah menjadi terputus, seluruh umat manusia telah menjadi hamba dosa. Setiap orang yang dilahirkan setelah Adam, telah hidup dalam dosa di bawah kuasa dosa (Rom 5:19). Paulus menjelaskan sifat dosa dalam dirinya: “Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat” (Rom 7:18:19). Bahkan dengan niat yang terbaik untuk taat kepada Allah pun, kita tetap akan berdosa terhadap Allah karena kita berada di bawah kuasa dosa yang besar.

Dosa itu begitu luas dan semakin hari semakin merusak, Dosa sudah menjadi masalah terbesar manusia, baik untuk hidup sekarang maupun bagi kehidupan masa yang akan datang. Akibat dari dosa itu begitu luas tersebut manusia telah menutup hati dan pikiran terhadap hal-hal yang benar dari Allah dan manusia diarahkan kepada kebinasaan (Efesus 2:1-3). Kecenderungan manusia adalah melakukan kejahatan (Kej 6:5; Roma 3:9-18). Semua orang ada dalam kuasa dosa, dan semakin hari dosa semakin memuncak dan rusak, karena itu sebagai akibat dari dosa memang tidak ada orang yang layak atau pantas untuk di selamatkan (Rm 3:10, 23; Ef 2:1). 

Untuk menyelamatkan jiwanya dari hukuman yang kekal, satu-satunya jawaban adalah penyelamatan Allah. Karena hanya Allah satu-satunya yang dapat menyelamatkan kita melalui kasih karunia-Nya, yang diterima oleh iman kepada Yesus Kristus. Yesus adalah “Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Yesus mewakili umat manusia, harus mengorbankan nyawa-Nya sendiri sebagai jalan bagi kita untuk memperoleh keselamatan, Yesus berkata, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Matius 16:26). Satu hal yang sangat penting adalah, apakah yang Yesus sendiri ajarkan tentang keselamatan, karena itu dalam paper yang sederhana ini penulis akan memaparkan “Ajaran Tuhan Yesus Tentang Keselamatan”.

I. KESELAMATAN DALAM PERJANJIAN LAMA
Dalam perjanjian lama kata kerja “Yasa” secara harafiah berarti “memperluas” atau “memperlebar”, lawan kata dari “penyempitan”, “menyumbat” atau “membungkus” tetapi dalam kontek penindasan[1]. Dalam pengertian yang lain “Yasa” berarti membuat sesuatu yang terbatas menjadi tidak terbatas, sesuatu yang di batasi menjadi bebas, juga berarti datang kepada penyelamat dan sekalipun mengalami penyelamatan dan pembebasan. Dalam karya penyelamatan ini memang ada bebarapa figur pembebas yang berperan tetapi umat Allah menyakini bahwa Yahwehlah yang menentukan segala-galanya (Kel 15:1-21; Maz 46:48). Keselamatan dalam perjanjian lama menekankan segi duniawi (Ul 33:28-29; Yes 2:1-5), tetapi juga menekankan segi rohani, misalnya Perjanjian Sinai (Yeh 36:22-32) dan beberapa peristiwa lainnya.

a. Dalam peristiwa Adam dan Hawa
Saat Allah menciptakan dunia serta isinya (Kej 1-2) termasuk manusia, Allah menciptakannya dengan “baik” ((Kej 1:3, 10, 12, 18, 21, 25) bahkan “sungguh amat baik” (31) tetapi setelah manusia jatuh kedalam dosa (Kej 3), maka dosa menjadi penghalang antara manusia dengan Allah. Allah membeci dosa sehingga Allah bukan saja menghukum mereka, tetapi dengan kasih-Nya Allah juga memberi janji keselamatan yang pertama kepada manusia (Kej 3:15). Janji keselamatan yang pertama itu sering disebut dengan istilah ‘protoevangelium’. Sejak kejatuhan Adam dan Hawa kedalam dosa, Allah merencanakan penebusan dunia melalui “keturunan perempuan” yang akan mengalahkan keturunan ular (Kej 3:15). Proklamasi protoevangelium ini merupakan gambaran tentang sikap Allah yang konsisten terhadap rencana keselamatan-Nya bagi manusia. Perjanjian ini merupakan tindakan Allah semata-mata, bukan atas dasar kesepakatan dengan manusia sehingga Ia membuat perjanjian itu, namun sesungguhnya inisiatif perjanjian itu adalah inisiatif tunggal, yaitu Allah sebagai Pemberi janji dan Ia juga sebagai Penggenap dari janji itu. Adapun tujuan Allah dari perjanjian itu adalah supaya manusia mendapatkan kehidupan yang Ia janjikan dalam kovenan kerja, yaitu hidup kekal.

b. Dalam peristiwa Nuh
Akibat dosa Adam dan Hawa (Kej 3) bukan hanya manusia saja yang menjadi budak dosa tetapi bumi menjadi terkutuk karena dosa (Kej 3:17-20) dan manusia semakin hari semakin bejad, segala kecenderungan hatinya jahat semata-mata (Kej 6:5). Di tengah-tengah orang sezamannya Allah memakai Nuh seorang taat kepada-Nya (Kej 6:9). Nuh adalah seseorang yang memiliki kualitas yang istimewa, yakni, dia memelihara firman Allah (Kej 6:22 bdk. Ibr 11:7)[2]. Sebelum air bah tiba, Allah memerintahkan Nuh dan keluarga, termasuk binatang-binatang agar segera masuk ke dalam bahtera. Lalu air bah turun dan semua yang ada di luar bahtera mengalami kebinasaan. Allah ingat akan Nuh, dan berjanji tidak akan menghukum manusia lagi dengan air bah (Kej 7-9). Berdasarkan peristiwa air bah pada zaman Nuh tersebut, dapat terlihat, bahwa Allah adalah pribadi yang murah hati yang memberikan kesempatan (anugerah) kepada manusia yang berdosa untuk bertobat. Bahtera pada zaman Nuh juga menunjukkan suatu penyelamatan Allah bagi manusia dan bahtera itu sendiri merupakan satu-satunya jalan keselamatan yang ada, dengan kata lain di luar bahtera akan mengalami penindasan dengan air bah (bnd. Yoh 14:6) tetapi bagi mereka yang tidak mempergunakan kesempatan tersebut pada akhirnya akan menghadapi penghakiman Allah yang kekal[3].

c. Dalam peristiwa pemanggilan Abraham
Abraham berasal dari garis keturunan Sem yang mempunyai latar belakang keluarga yang menyembah berhala. Pilihan Allah pada Abraham dalam rangka melaksanakan rencana Allah lebih lanjut untuk masa yang akan datang, khususnya membangun bangsa Israel pastilah bersumber pada anugerah, dan inisiatif dari Allah sendiri, karena Abraham dipilih bukan karena ia lebih istimewa dibandingkan dengan orang-orang sezamannya. Berdasarkan Kejadian 12:3; 22:18 dan 26:4, maka terlihat bahwa  Allah berjanji kepada Abraham. Paulus menafsirkan bahwa keturunan Abraham yang olehnya semua bangsa akan mendapat berkat menunjuk langsung kepada Kristus sendiri (Galatia 3:16). Artinya, Paulus meegaskan bahwa Tuhan Yesus sendiri menjadi pusat keselamatan Allah.

d. Dalam periode Musa
Keselamatan dalam periode ini mulai terungkap dalam keluarnya bangsa Israel dari perbudakan Mesir yang di pelopori oleh Musa (Kel 1) dengan berbagai upacara keagamaan di seputar Kemah Suci, maupun melalui hari raya-hari raya umat Israel. Upacara-upacara keagamaan/ibadah bangsa Israel dikelompokkan menjadi dua:
1. Upacara-upacara pengudusan
2. Ibadah upacara korban yang meliputi: korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan dan korban penebus salah atau penghapus dosa. Upacara-upacara pengudusan jelas terlihat dalam berbagai peristiwa, misalnya: diatur bagaimana caranya orang mentahirkan diri jika terkena binatang haram atau bangkai, dan bagaimana mereka dapat mentahirkan diri setelah masa haid, bagaimana mereka mentahirkan diri setelah pulih dari sakit kusta dan sebagainya. Satu peristiwa yang bersangkut paut dengan itu misalnya pada waktu Musa turun dari gunung (Keluaran 19:14), ia menyuruh bangsa itu mencuci pakaian mereka dan menguduskan diri, sehingga mereka siap untuk mendengar suara Allah. Konteks peristiwa itu menunjukkan bahwa Israel mengakui akan kekudusan Allah dan perlunya mereka mempersiapkan diri/mentahirkan diri untuk menghampiri-Nya. Artinya, bagi orang Israel, “tahir” terutama berarti “memenuhi syarat untuk menghampiri Allah”. Namun pada akhirnya, bangsa Israel menyadari ketidakmampuan upacara-upacara itu untuk menghasilkan kekudusan yang dilambangkannya.

Hal ini menjadi dasar yang kuat untuk menegaskan bahwa usaha manusia yang bersifat agamawi tidak dapat membuat mereka masuk ke dalam keadaan yang layak di hadapan Allah yang maha kudus. Kelayakan tersebut sepenuhnya datang dari Allah. Dari pengertian tersebut dapatlah dikatakan bahwa korban-korban yang dipersembahkan oleh Israel kepada Allah dalam Perjanjian Lama adalah merupakan pengganti (substitusi) nyawa mereka sendiri. Gagasan ini jelas terlihat dalam peristiwa korban-korban yang dicurahkan darahnya. Dalam hal ini, darah bukan unsur yang mengandung tenaga gaib, tetapi diterima Allah sebagai pengganti nyawa orang yang beribadah itu.[4]

Selanjutnya hari raya-hari raya Israel melukiskan tentang tindakan penyelamatan Allah di dalam waktu yang pernah mereka lalui. Paskah misalnya merupakan hari raya yang dilakukan sebagai peringatan terhadap tindakan penyelamatan yang dilakukan Allah terhadap Israel dari perbudakan Mesir. Dengan hari raya-hari raya tersebut, Israel memperingati bahwa Tuhan yang telah melepaskan mereka di masa lampau. 1 Korintus 5:7 menyebutkan secara jelas bahwa domba Paskah itu menunjuk kepada diri Kristus sendiri.
Jadi di sini pun jelas terlihat bahwa baik upacara keagamaan maupun hari raya-hari raya yang diwajibkan kepada Israel pada masa Musa (Taurat) merujuk kepada keselamatan yang akan datang atau di wujudkan kelak di dalam Tuhan Yesus Kristus.

e. Dalam pra pembuangan
Pada masa Yosua sampai sesaat sebelum pembuangan dapat dilihat tindakan keselamatan Allah kepada bangsa Israel dalam bentuk penaklukan dan pemberian tanah Kanaan serta kemenangan atas musuh-musuh mereka. Dalam periode ini Allah membangkitkan tokoh-tokoh kepemimpinan yang dipakai sebagai sarana kelepasan, seperti: hakim-hakim, imam, raja, dan nabi.[5]
Setelah jaman Yosus Alkitab menguraikan tentang kehidupan bangsa Israel yang penuh kegagalan, dan berbuat dosa. Israel berulang kali jatuh ke dalam dosa, penyembahan para baal dan asytoret (1 Samuel 12:9-11), sehingga akhirnya mereka mengalami penindasan dari orang-orang asing. Setelah Israel bertobat operasi penyelamatan Allah dimulai dengan membangkitkan hakim-hakim, raja, dan nabi. Namun siklus kejatuhan Israel terulang kembali sampai akhirnya mereka dibuang, kerajaan Utara di buang ke Asyur dan kerajaan Selatan (Yehuda) di buang ke Babel.

f. Dalam paskah pembuangan
Bangsa Yahudi tinggal di Babel selama 70 tahun (2 Tawarikh 36:21). Allah ingat akan umat-Nya yang di pengasingan, melalui Koresy raja Persia, yang mengijinkan bangsa Yahudi kembali ke Yerusalem. Tugas mereka adalah membangun kembali Bait Allah (Ezra 2:8). Rakyat berbakti kepada Allah menurut Taurat yang diajar oleh Ezra, kemudian Ezra dan Nehemia mengadakan kebangunan rohani (Nehemia 8:2, 8; 9:1-3; 13).[6] Sekalipun pada masa ini, yaitu pada masa Ester Israel diselamatkan dari tindakan penyelamatan Allah dari rencana pembinasaan massal, tetapi pada masa ini mulai tumbuh suatu semangat di kalangan Israel akan “pengharapan Mesianis” sebagai akibat berita para nabi pada jaman itu. Pesan para nabi tersebut adalah bersifat: “membimbing kepada ramalan tentang keselamatan mesianis yang apokaliptik, bila Allah, sesuai janji-Nya, akan datang sendiri dalam keselamatan sebagai Allah yang adil dan Juruselamat (Yes 44:17; Dan 7:13). Ajaran PL tentang keselamatan mencapai puncaknya dalam gambar Hamba yang menderita (lih Yes 53); dalam hal ini, PL menyediakan adegan untuk keselamatan dalam PB.

Dari uraian-uraian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa sejarah keselamatan dari sejak peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa di Taman Eden sampai jaman para patriakh adalah masih dalam bentuk benih janji yang kelak akan digenapi di dalam Kristus dan rencana keselamatan Allah bukan terbatasi oleh sekelompok orang atau bangsa tertentu saja, melainkan mencakup semua bangsa. Yesus Kristus adalah Mesias dan juruselamat yang telah dijanjikan Allah sebelumnya dalam Perjanjian Lama. Seluruh karya-Nya, dari kelahiran, kematian, kebangkitan, kenaikan, hingga kedatangan-Nya kembali kelak merupakan penggenapan nubuat Perjanjian Lama mengenai Mesias. Allah memilih secara khusus bangsa Israel untuk menyatakan berkat keselamatan bagi semua bangsa. Keselamatan adalah tindakan yang lahir dari inisiatif Allah sendiri dalam rangka membawa manusia yang berdosa kembali ke dalam rencana-Nya dan persekutuan dengan Dia dan pengungkapan keselamatan itu dilakukan Allah secara progresif (berkelanjutan) dan mencapai klimaksnya di dalam diri Tuhan Yesus.[7]

III.  KESELAMATAN DALAM PERJANJIAN BARU SELAIN AJARAN YESUS
Dalam Perjanjian Baru, bahasa Yunani kata “soteria” mempunyai arti sebagai tindakan atau hasil dari pembebasan atau pemeliharaan dari bahaya, penyakit atau bahaya, keselamatan juga mencakup kesehatan dan kemakmuran. Dalam pemakaian Alkitab kata soteria dapat diartikan menjadi “suatu tindakan Allah dalam menyelamatkan manusia dari kematian yang kekal menuju kehidupan yang kekal.[8]

a.  Injil Sinoptik
Panggilan Allah untuk bertobat didalam Injil telah dituliskan Matius sejak awal pelayanan Yesus, yaitu pasca Ia dicobai dipadang gurun, dan tampil pertama kali di Galilea, Yohanes Pembaptis berseru ”Berobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Mat.3:2;4:17). Kabar pertobatan ini juga diberitakan didalam Injil sinoptis lainnya (Mrk.1:15;Luk.3:3), tujuan pertobatan oleh penulis Injil sinoptis diakui untuk masuk kedalam Kerajaan Sorga, sekalipun diungkapkan dengan cara yang berbeda, seperti untuk tidak binasa menurut penulis Injil Lukas (Mat.18:3;Mrk.1:15;Luk.13:3) berulang kali dalam Yohanes berbicara tentang “kehidupan kekal” ini merupakan ungkapan kegemaran bagi orang-orang percaya, Yohanes mengatakan bahwa ia menulis Injilnya agar para pembacanya dapat mengetahui bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah, dan bahwa yang percaya memperoleh hidup dalam nama-Nya (Yoh 20:31), semuanya memuncak dalam diri Yesus Kristus meskipun dalam pendekatan dan perspektif yang beda-beda. Inti dari keselamatan menurut Sinoptik adalah karya Allah dalam Tuhan Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia dari kematian kekal kepada kehidupan kekal. Kematian dan kehidupan dalam konteks keselamatan bukan berbicara tentang hidup yang sekarang ini, tetapi kehidupan masa yang akan datang, Perjanjian Baru lebih merupakan penggenapan dari semua rangkuman Perjanjian Lama.

b. Surat-surat Paulus
Paulus adalah seorang Ibrani sejati, dari suku Benyamin. Berdasarkan pengakuannya sendiri di Yerusalem ketika ia akan ditahan, Paulus bersaksi: “Aku adalah orang Yahudi dari Tarsus (Kis. 21:29)”. Kesaksiannya dilanjutkan dengan: “Aku adalah orang Yahudi, lahir di Tarsus di tanah Kilikia, tetapi dibesarkan di kota ini; dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel dalam hukum nenek moyang kita (Kis. 22:3). Di depan Sanhendrin (Mahkamah Agama), Paulus mengaku: “Aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi” (Kis. 23:6)[9]Paulus mengatakan bahwa manusia pada dasarnya sudah terjual dibawah kuasa maut (Roma 5:15). Tetapi kemudian mendapat kebebasan setelah penebusan dalam kematian Kristus (1 Tim 6:16; 2 Tim 1:10;) Semua yang menjadi bayang-bayang di PL, seperti anak domba, darah domba, korban tebusan, dan lainnya, yang merupakan ketentuan Taurat dipenuhi Yesus Kristus dalam kematian-Nya diatas kayu salib. Semua tulisan-tulisan Paulus maupun Injil sinoptik menyimpulkan hal yang sama.

IV.   AJARAN TUHAN YESUS TENTANG KESELAMATAN
Ajaran Tuhan Yesus tentang keselamatan tidak berbeda dengan Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, sebab inti dari pada PL maupun PB adalah memuncak kepada diri Yesus[10]. Tuhan Yesus sangat menekankan pentingnya keselamatan bagi manusia, Ia berkata, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Matius 16:26). Kalau seseorang kehilangan nyawa tidak mungkin ia membelinya kembali, tak ada harga yang cukup untuk menebusnya, seluruh duniapun takkan mampu untuk menebus satu hidup yang telah hilang. Melihat banyaknya hidup yang hilang, Yesus memberikan hidup-Nya untuk menebus mereka.[11] Karena itu Tuhan Yesus memandang kematian-Nya sebagai harga tebusan dimana manusia yang kehilangan hidup dapat memperolehnya kembali.[12] 

Dalam khotbah-Nya tentang akhir zaman, Yesus memperingatkan para murid-Nya mengenai tanda-tanda akhir zaman (Mat 24:3-13). Ia menekankan bahwa injil yang diberitakan ke seluruh dunia di lakukan karena Tuhan tidak menghendaki seorangpun binasa melainkan semua orang berbalik dan bertobat (bdk. 2 Pet 3:9), menerima dan percaya kepada-Nya yang adalah sumber keselamatan itu, sebab tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barang siapa percaya kepada-Nya ia akan mendapatkan pengampunan dosa oleh karena nama-Nya (Kis 10:43). Dalam penutup injilnya, Matius menulis perintah Yesus yang sangat fundamental yaitu “Pergi dan jadikan semua bangsa murid-Nya” (Mat 28:19-20), perintah ini mengandung makna yang tidak terbatas dan mendunia. Siapapun berhak mendapatkan keselamatan yang dari-Nya karena itulah Dia diutus ke dunia ini untuk menjadi Penebus dari dosa-dosa manusia.

Bagian lain Dalam Lukas 19:9 Yesus secara Pribadi sebagai sumber keselamatan yang memberikan pengampunan kepada Zakheus, atau kepada suatu yang nyata oleh perubahan tindakan yang dilakukan oleh pemungut cukai tersebut, kelihatannya dalam peristiwa ini Ia melihat keadaan pasrah diri, hati yang mau meninggalkan segala dan memuliakan Allah. Yesus menyatakan diri-Nya sendiri adalah roti kehiudupan, kepada-Nya saja orang harus datang Yoh 6:68 untuk perkataan yang menghidupkan kepada kehidupan yang kekal. Yesus juga mengajarkan diri-Nya dalam perumpamaan, Ia memperingatkan agar selalu berhubungan dengan Pokok-Nya, yaitu sumber kehidupan, yaitu Dia sendiri. Hanya dengan begitu kita bisa hidup dalam kesejatian dan berbuah banyak. Sebab kata Yesus, "Diluar Aku (Sang Pokok) kamu tidak dapat berbuat apa-apa", melainkan menjadi layu dan kering dan dicampakkan ke dalam api pembakaran (Yohanes 15:5,6).[13]

Dari Injil Matius sampai ke Injil Yohanes terlalu banyak pengajaran Yesus sendiri bahwa Ia datang sebagai Penebus yang membebaskan dan memerdekakan manusia dari perbudakan dosa. Yohanes mencatat sejumlah ucapan Yesus yang memiliki fungsi sangat penting dalam penyataan-Nya sebagai inkarnasi Allah, yakni: “Aku Adalah”. Ucapan ini mempunyai pengertian ilahi, karena ungkapan “Aku adalah” di gunakan Perjanjian Lama sebagai penggambaran Allah ketika Ia menyatakan diri-Nya kepada Musa, “AKU ADALAH AKU” (Kel 3:14). Melalui penyataan inilah Allah menuntun (menebus) bangsa Israel keluar dari tanah Mesir menuju tanah Kanaan, semua perkataan “Akulah” yang Yesus katakan itu bermakna tidak hanya berkaitan dengan kehidupan masa kini tetapi juga dengan kehidupan yang akan datang. Ketika seorang yang bernama Nikodemus datang kepanya-Nya, Ia  berkata: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yoh 14:6).[14]

Terlepas dari pendekatan yang berbeda-beda setiap penulisnya, dalam Yohanes, ia menekankan penting “percaya” yang seolah-olah bagi Yohanes syarat mutlak untuk masuk kerajaan Allah adalah percaya. Seorang bertanya pada-Nya dalam Lukas 10:25-37, Apa yang harus di perbuat agar memperoleh hidup kekal? Karena sepertinya orang itu memiliki pandangan bahwa harus berbuat sesuatu untuk di selamatkan, dan dengan bijaksana Ia menjawab dan menekankan bahwa kasih kepada Allah lebih penting dari semua yang telah di lakukannya semula. Ia tidak hanya mencatat peristiwa menegenai para murid yang pertama atau orang-orang.Samaria atau tanda ajaib yang pertama, tetapi juga pengakuan dari seorang yang bernama Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias." Injil Yohanes memang langsung menghadapkan pembacanya kepada alternatif bahwa percaya berarti selamat atau menolak berarti binasa.[15] Yesus sendiri dalam pelayanan-Nya di Kepernaum, Yesus menyembuhkan hamba serang perwira asing, dan disana Tuhan Yesus memuji iman seorang perwira dengan berkata bahwa: “Iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel”. Peristiwa penyembuhan hamba di Kepernaum ini dapat juga di pandang sebagai bukti bahwa Iman dan keselamatan memiliki hubungan yang sangat erat. Yesus mengatakan kepada Perwira itu “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya”. Di lain kesempatan, Ia membahasakan diri-Nya secara filsafat yang menyentakkan telinga dan menggetarkan hati sernua orang. Ia berucap: “Akulah Kebangkitan dan Hidup; barang-siapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun Ia sudah mati” (Yohanes 11 :25).

V.  IMPLIKASI TEOLOGIS
1. KESELURUHAN ALKITAB BERFOKUS KEPADA YESUS KRISTUS
2. KESELAMATAN HANYA ANUGERAH ALLAH SEMATA-MATA
3. SATU-SATUNYA JALAN KESELAMATAN  ADALAH MELALUI YESUS KRISTUS
4. KESELAMATAN DI TERIMA DENGAN IMAN KEPADA YESUS KRISTUS
5. AJARAN YESUS TENTANG KESELAMATAN MENEKANKAN DIRINYA SENDIRI SEBAGAI SUMBER KESELAMATAN ITU

VI. PENUTUP
Alkitab sebagai satu-atunya sumber kebenaran dengan tegas mengatakan bahwa keselamatan adalah inisiatif Allah sendiri melalui kasih karunia-Nya (Ef 2:8-9). Ketika menyatakan kesaksian diri-Nya sendiri, Yesus mengatakan: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup”.
Yesus Kristus menebus kita dengan darah-Nya sendiri, yang dicurahkan di atas salib, Allah menumpahkan kepada Kristus kejahatan kita sekalian (Yes 53:6,10). Ini tidak pernah dialami oleh siapapun juga. Dalam penebusan hendaknya manusia tidak hanya memandang status mereka sebagai pribadi yang mengalami pembebasan, melainkan berfokus kepada Pribadi yang oleh-Nya manusia itu di tebus. Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya (Ef 1:7).

Jika Yesus Kristus di sebut sebagai penebus dan pendamai untuk segala manusia, hal itu berarti Yesus Kristus mati untuk pengahapusan dosa manusia sehingga terjadilah susasana damai antara Tuhan Allah dan manusia. Sebagai inkarnasi Allah yang menjelma menjadi manusia, maka hanya Yesuslah satu-satunya manusia ilahi yang pernah hidup di dunia ini tanpa tersentuh dosa. Sebagai manusia yang tidak berdosa, Ia tidak pernah di hukum karena dosa, dan dengan kuasa keilahian-Nya Dia menyelamatkan siapapun. Oleh karena itu, langkah yang paling penting dalam hidup setiap manusia adalah percaya kepada Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat pribadi.

VII. DAFTAR PUSTAKA
George, Eldon, Ladd. Teologi Perjanjian Baru, Bandung,Yayasan Kalam Hidup, 1999

Hill. Andrew. E & Walton. Jhon. H, Survei Perjanjian Lama, Malang, Gandum Mas, 1991

Leks, Stefan. Yesus Kristus menurut keempat Injil, Vol 6, Yogykarta, Kanisius, 1990

Ryrie, Charles. Teologi Dasar Vol 2 Andi, Yogyakarta, 1986

Ridderbos, H. & Baarlink, H. Pemberitaan Yesus menurut injil Yohanes, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1975

Surbakti, Elisa. B, Benarkah Yesus Juruselamat universal, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2016

Scheunemann, Rainer, Rangkuman tema-tema teologia Perjanjian Baru, Abepura, Sekolah Alkitab malam, Gereja Kristen di tanah Papua, 2015

S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990

Tomatala. Yakob, Teologi Misi, Jakarta: Institut Filsafat dan Kepemimpinan Jaffray, 2003


[1] Penindasan di pandang sebagai suatu kondisi “mengurung” atau “memenjarakan” akibatnya harus ada gerakan atau upaya atau gerakan untuk keluar. Dalam hal ini menunjuk pada peristiwa bangsa Israel yang di tindas di Mesir (bnd. Kel 1).
[2] Di sini dikatakan bahwa Allah memberi instruksi kepada Nuh tentang bagaimana caranya dia membuat bahtera itu. Allah memberikan sangat banyak perincian tentang pembangunan bahtera itu. Berapa panjang, tinggi, luas dan tentang lantainya, tentang jenis kayu yang digunakan serta lukisan di bagian luarnya dsbnya. Nuh melakukan sesuai dengan perintah Allah tanpa ada kesalahan dan kekeliruan (Kej 6:22)
[3] S.M. Siahaan, pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990).15
[4] ibid. 45-47
[5] Andrew. E. Hill & Jhon. H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1991).271-273
[6] ibid. 43-44
[7] Yakob Tomatala, Teologi Misi, (Jakarta: Institut Filsafat dan Kepemimpinan Jaffray, 2003).107
[8] H. Ridderbos & H. Baarlink, Pemberitaan Yesus menurut injil Yohanes, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975).35-36
[9] Stefan Leks, Yesus Kristus menurut keempat Injil, Vol 6, (Yogykarta: Kanisius, 1990).57-59
[10] Ibid. 44
[11] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999).248
[12] Dalam penebusan Yesus akan dosa manusia ada banyak teori yang mengajarkan bahwa oknum, yang kepadanya penebusan itu di bayarkan: Origen mengajarkan bahwa Allah menyerahkan nyawa Kristus kepada iblis sebagai pengganti jiwa manusia. Ia mengatakan bahwa “kematian Kristus adalah tebusan yang dibayarkan kepada setan dan pada akhirnya setan tertipu”. Padahal Yesus maupun Paulus serta semua tokoh-tokoh Alkitab tidak pernah berkata demikian. (Charles Ryrie, Teologi Dasar Vol 2 (Andi: Yogyakarta, 1986).60-61
[13] Elisa B. Surbakti, Benarkah Yesus juruselamat universal, (Jakarta: BPK Gunung Mulia).29-30
[14] Rainer Scheunemann, Rangkuman tema-tema teologia perjanjian baru, (Abepura: Sekolah Alkitab malam, Gereja Kristen di tanah Papua).75
[15] Ibid. 37

No comments:

Post a Comment

Update Terbaru